Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti foto bersama dengan para penerima penghargaan Kamis (7/12/2023) di Jakarta. (foto:mm/ist) |
Penghargaan yang diberikan dalam rangka peringatan Hari Anti Korupsi se Dunia (Harkordia) tersebut merupakan apresiasi bagi segenap pihak yang terus bersinergi dan berkomitmen untuk terus melawan kecurangan (fraud) dan gratifikasi demi terwujudnya layanan kesehatan yang berkualitas bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Penghargaan diberikan kepada Tim PK-JKN Kabupaten Magelang, Kota Binjai dan Kabupaten Karo atas penanganan tindakan kecurangan terbaik.
Sementara untuk tingkat propinsi, penanganan kecurangan terbaik berhasil diraih oleh Jawa Tengah (Jateng).
Kemudian, penghargaan juga diberikan kepada Tokoh Inspiratif Anti Kecurangan dan Anti Gratifikasi kepada Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Kabupaten Purbalingga, Jusi Febrianto, dan kepada Ketua TKMKB Jawa Timur (Jatim), dokter Hamzah, serta kepada Wali Kota Malang, Sutiaji.
Selanjutnya penghargaan juga diberikan kepada unit kerja dan Duta BPJS Kesehatan yang berkomitmen dalam upaya pencegahan kecurangan dan pengendalian
gratifikasi.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti, mengatakan pemberian penghargaan kepada berbagai pihak tersebut diselenggarakan untuk menumbuhkan kesadaran publik dan peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi, khususnya pada penyelenggaraan Program JKN.
Menurutnya, sebagai organisasi dengan tanggung jawab yang besar dalam mengelola dana amanah peserta JKN, tentu terdapat potensi terjadi kecurangan oleh berbagai pihak yang dapat menimbulkan kerugian terhadap dana yang dikelola.
"Sehingga perlu upaya memperkuat kebijakan pencegahan dan penanganan kecurangan agar pelaksanaan Program JKN dapat berjalan dengan efektif dan efisien,” sebut Ghufron, dalam sambutannya di acara pemberian penghargaan tersebut pada Kamis (7/12/2023) di Jakarta yang dihadiri Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Direksi dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional dan lembaga terkait lainnya.
Ghufron menegaskan, BPJS Kesehatan sangat bersungguh-sungguh dalam melakukan kegiatan pencegahan dan
penanganan kecurangan. Caranya dengan menerbitkan kebijakan tentang tata kelola pencegahan dan pendeteksian fraud, pengembangan tools investigasi, penguatan kompetensi SDM, serta penguatan sistem informasi. "BPJS Kesehatan juga berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk membangun ekosistem anti fraud baik di dalam dan luar negeri," tuturnya.
Hal yang sama disampaikan Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Mundiharno. Dia bahkan menyebutkan bahwa pemberian penghargaan anti kecurangan dan anti gratifikasi ini merupakan kali pertama kali dengan tujuan untuk memperkuat ekosistem anti kecurangan dalam penyelenggaraan Program JKN.
”Pasalnya, BPJS Kesehatan menyadari bahwa sustainabilitas Program JKN harus dijaga bersama-sama dengan baik dan penuh integritas,” kata Mundiharno.
Dalam upaya pencegahan, pendeteksian dan penanganan kasus-kasus kecurangan yang terjadi di Program JKN ini, BPJS Kesehatan telah membangun, dan mengembangkan serta mengimplementasikan sistem anti kecurangan, di antaranya dengan membuat kebijakan anti kecurangan JKN sebagai panduan teknis bagi seluruh unit dan Duta BPJS Kesehatan dalam sekaligus penanganan jika terjadi kasus kecurangan.
Kebijakan tersebut mengacu pada Permenkes 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan serta pengenaan sanksi administrasi terhadap kecurangan dalam pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan.
BPJS Kesehatan juga telah membentuk unit khusus dalam struktur organisasi BPJS Kesehatan yang berfungsi untuk mengembangkan dan mengkoordinasikan langkah-langkah anti kecurangan pada Program JKN, serta membentuk Tim Anti Kecurangan JKN di semua jenjang organisasi dari tingkat pusat, wilayah dan cabang.
Jumlah Tim Anti Kecurangan JKN ini seluruhnya tercatat sebanyak 1.947 orang dan tersebar di seluruh Indonesia, dan akan disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) BPJS Kesehatan di bawah naungan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
”Kami juga membuat proses bisnis dan mengembangkan sistem informasi dalam mencegah, mendeteksi dan melaporkan kasus-kasus kecurangan. Dalam hal pencegahan dan pendeteksian, kami telah mengembangkan dan mengimplementasikan sejumlah aplikasi untuk menganalisis big data yang dikelola BPJS Kesehatan,” imbuh Mundiharno.
BPJS Kesehatan juga menetapkan Key Performance Indicator (KPI) bagi unit dan Duta BPJS Kesehatan yang terkait dengan kegiatan anti kecurangan, melakukan monitoring dan pelaporan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka anti kecurangan.
Kemudian, mengembangkan ekosistem anti kecurangan melalui koordinasi dengan Tim PK-JKN, baik di propinsi maupun kabupaten/kota dan berbagai pihak lain dalam melakukan pencegahan dan penanganan kecurangan serta berkolaborasi dengan badan-badan penyelenggara jaminan sosial di berbagai negara.
Tim PK-JKN tersebut terdiri dari berbagai unsur mulai dari Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembanginan (BPKP), Komisi Pemberantasan Koripsi (KPK) dan BPJS Kesehatan. Tim PK-JKN juga dibentuk di tingkat provinsi, kabupaten/kota.
Selanjutnya, BPJS Kesehatan juga telah menerapkan sistem untuk mengendalikan penerimaan gratifikasi melalui Program Pengendalian Gratifikasi.
Kemudian, semua Duta BPJS Kesehatan wajib menaati kode etik BPJS Kesehatan untuk menghindarkan diri dari situasi yang berpotensi menjadi benturan kepentingan, pelanggaran hukum dan kode etik serta perbuatan tercela lainnya.
”Semoga dengan kegiatan ini, kita dapat lebih meningkatkan sinergi dalam mencegah dan menangani kecurangan sebagaimana tema Hari Anti Korupsi Dunia tahun ini Sinergi Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju,” sebut Mundiharno.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan mengenai komimen Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat Indonesia, yang salah satunya bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dalam hal pengelolaan pembiayaan kesehatan.
"Namun tentunya, Kemenkes menginginkan belanja kesehatan yang dilakukan efektif dan efisien untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat," ucap Budi.
Budi menyebutkan, salah satu belanja kesehatan terbesar yang dilakukan BPJS Kesehatan saat ini adalah melalui Program JKN. Di mana pada 2022, jumlah biaya manfaat telah mencapai Rp113,47 trililun dan diprediksi akan meningkat hingga Rp150-an triliun.
"Dari dana tersebut tentu ada potensi penyalahgunaan, namun saat ini Program JKN sudah memiliki sistem pencegahan dan penanganannya. Kerangka dan digitalisasi untuk pencegahan dan penanganan tersebut sudah terbangun. Tinggal kini bagaimana para pihak bisa mengintergrasikan informasi dan data yang ada," pungkas Budi. (mm/red)
Social Footer